REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Hutan Wakaf Bogor saat ini sedang mengembangkan konsep hutan wakaf kepada masyarakat. Ketua Yayasan Hutan Wakaf Bogor, Khalifah M Ali menjelaskan, langkah itu dilakukan seiring dengan dunia perwakafan yang terus mengalami perkembangan hingga merambah ke isu lingkungan.
“Hutan wakaf adalah hutan yang dikembangkan di atas tanah wakaf. Selama ini kita mengenal wakaf kesannya 3M yakni masjid/mushola, madrasah/sekolah, dan makam. Padahal wakaf itu luas. Wakaf sudah berkembang menjadi alternatif dalam persoalan lingkungan,” kata Khalifah saat sesi talkshow di acara Republika Ramadhan Festival (RRF) di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (7/4/2023).
Khalifah menuturkan, konsep dari hutan wakaf itu pada dasarnya berada di lahan yang diwakafkan. Bagi masyarakat yang mempunyai lahan pribadi dan berniat untuk diwakafkan bisa mengajukan perubahan status kepemilikan di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan setempat.
Setelah statusnya berubah menjadi lahan wakaf, dibuatkan hutan yang difungsikan sebagai langkah menjaga ekologi. “Saya optimistis hutan wakaf ini salah satu cara mengabadikan hutan,” ujar Khalifah.
Dia menekankan, pengembangan hutan wakaf akan terus berguna bagi lingkungan hingga sampai kapan pun. Adapun dalam pengelolaannya, dia memastikan hutan wakaf dikelola sesuai dengan peruntukannya. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
“Ketika sudah jadi hutan selamanya akan jadi hutan. Sesuai undang-undang tentang wakaf, enggak boleh diubah. Berdasarkan hukum agama juga enggak boleh diubah. Namun boleh dibikin kegiatan selama tidak mengubah fungsi utama sebagai hutan,” terang Khalifah.
Dalam pengembangan program hutan wakaf, Khalifah menyebut, ada tiga aspek yang disentuh. Tidak hanya nilai ekologi, melainkan juga ekonomi dan sosial. Orang-orang di sekitar hutan, kata dia, turut diberdayakan dalam implementasi hutan wakaf.